Senin, 07 Januari 2013

@Hikmah Dibalik Kegagalan

Sahabat, tak ada satu pun manusia yang menginginkan kegagalan, semua ingin sebaliknya. Tapi tak satupun manusia dapat menolak kegagalan, sebab ia hadir dalam setiap milio kehidupan. Kegagalan adalah ukuran-ukuran yang tak pernah baku takarannya. Setiap orang berbeda. Setiap zaman berbeda. Setiap tempat berbeda. Karenanya kegagalan selalu memilki makna yang berbeda…

Mengapa berbeda?

Sahabat, untuk menjawab pertanyaan di atas, maka kita perlu memahami anatomi kegagalan. Kegagalan adalah persepsi. Persepsi yang timbul karena adanya gap antara harapan dan kenyataan. Tak peduli gap itu jauh atau tidak, tipis atau menganga, adanya gap itulah yang disebut kegagalan.

Karena kegagalan adalah persepsi, maka besarnya nilai kegagalan pada setiap orang tergantung persepsinya. Jika persepsi anda tentang sekolah adalah naik kelas, maka peristiwa tinggal kelas adalah musibah dan bencana. Tapi jika persepsi anda tentang sekolah adalah ilmu, maka persitiwa tinggal kelas hanyalah masalah waktu. Persitiwa yang sama, tetapi memiliki makna berbeda. Sebab lahir dari persepsi yang berbeda…

Nah sahabat! Dalam persepsi inilah terletak sebuah syubhat. Syubhat, sebab ada unsur ketidakpastian di dalamnya. Sesuatu yang kita persepsi baik untuk kita, belum tentu benar-benar baik untuk kita. Dan sesuatu yang kita persepsi buruk, belum tentu sungguh-sungguh buruk untuk kita. Dari sinilah kita mengenal hikmah.

Kegagalan yang menyebabkan kita tahu penyebabnya adalah hikmah…
Kegagalan yang mengingatkan kita pada keterbatasan diri adalah hikmah…
Kegagalan yang menyadarkan kita tentang kerendahan hati adalah hikmah…
Kegagalan yang menuntun kita pada jalan kesuksesan adalah hikmah…
Kegagalan yang menyelamatkan kita dari keterlanjuran adalah hikmah…
Kegagalan yang mengingatkan kita pada Tuhan, juga adalah hikmah…
Dibalik kegagalan, selalu ada hikmah…

Tapi sahabat, tidak semua orang mampu melihat hikmah. Mereka yang mata hatinya selalu tertutup dan pandangan hidupnya penuh prasangka tidak akan mampu melihat hikmah sebuah kegagalan. Bagi mereka kegagalan itu adalah musibah, bencana, bahkan mungkin azab. Sehingga kumpulan kegagalan yang dialami terus membebani seperti gunung yang terus bertambah. Hidup mereka suram, putus asa, penuh prasangka…

Tetapi bagi mereka yang mata hatinya selalu terbuka, kegagalan senantiasa memberikan jutaan ibrah. Kegagalan seperti rambu-rambu jalan yang menjadi penuntunnya menemukan rel yang sesungguhnya. Kegagalan menjadi pertanda semakin dekatnya pintu kesuksesan. Seperti ribuan kali kegagalan Alfa Edison mengantarkannya pada penemuan bola lampu yang menerangi dunia. Seperti juga ratusan kali kegagalan Kolonel Sanders mengantarkannya pada resep fried chicken yang menghipnotis lidah penduduk bumi.

Sahabat, mungkin saja kegagalan kita kali ini adalah pertanda semakin dekatnya tujuan. Mungkin saja kegagalan kita hari ini adalah cara Allah menyadarkan kita tentang celah-celah kekurangan yang mesti kita tambal. Mungkin saja kegagalan kita sekarang ini untuk menunjukkan kebocoran-kebocoran yang mesti kita tutupi, agar pejalanan menuju tujuan akhir lebih lapang. Semua ada hikmahnya. Dan hanya hati yang jernih dan pikiran terbuka mutiara hikmah dari kegagalan hari ini dapat kita temukan…

So, buka hati, jernihkan pikiran, dan maknailah kekalahan kita hari ini, sobat…

_mutiara hikmah_

@Seberapa Lapang Hatimu ?

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu.
“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.

“Segar.”, sahut tamunya.

“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi.

“Tidak”, jawab si anak muda.

Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

_mutiara hikmah_

@Man Jadda Wajada

Kalimat pendek berbahasa Arab ini bermakna ringkas tapi tegas “Barangsiapa bersungguh-sungguh, akan berhasil”.

Kata mutiara sederhana yang akan terus menjadi tongkat sekaligus kompas bagi mereka yang mendamba kesuksesan dan keberhasilan. Tentu sukses di sini maknanya luas, bisa dalam ujian, sukses karir, mencari jodoh, hingga sukses akhirat utamanya.

Man Jadda Wajada, seperti mantera sakti bagi pendekar dalam menumpas musuh-musuhnya. Begitu pula baginya yang sedang menghadapi ujian, mantera ini dapat menjadi sumbu semangat dalam batinnya. Ia yakin bahwa nilai sempurna bagi para ksatria, tidaklah diraih kecuali dengan belajar dan bekerja keras.

Bagi mereka yang sedang mengejar karir hidupnya, mantera ini pun akan menjadi ilmu kanuragannya dalam memeras keringat mencapai cita-citanya. Ia tahu bahwa kemanisan tidak akan datang melainkan setelah kepahitan. Bagi mereka yang sedang mencari jodoh, mantera ini dapat menjadi teman setianya ketika jodoh tak kunjung mendekat. Ia akan terus berusaha hingga ia menemukan cinta sejatinya. Terlebih bagi mereka yang mendambakan kesuksesan akhiratnya, tentu ia yakin bahwa surga bukanlah barang murah. Surga adalah tempat bagi mereka yang terus menggesa asa mengumpulkan pundi-pundi amalnya dan bukan bagi mereka yang hanya gemar berpangku dagu.

Man Jadda wajada, kalimat ajaib yang akan terus melekat di hati para ksatria yang tak kenal lelah melukis hidupnya. Teruslah berkarya untuk menghias dunia.

Sumber : shinemylife.wordpress.com