“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan
malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh
untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu
bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya : 19-20)
Dalam Lisanul Arab, arti futur adalah : diam setelah giat, dan lemah setelah semangat. Allah SWT berfirman
Menurut Imam Thabari dalam tafsirnya pengertian “Laa yahturuun:”
dalam ayat di atas ialah : para malaikat tidak kenal letih dan tanpa
rasa bosan (tafsir at-thabari, 17/12).
Ketika membahas kisah zainab ra. Yang meletakkan seutas tali untuk
dapat digunakan sebagai tempat bergantung jika datang masa futurnya.
Ibnu hajar mengungkapkan arti futur dalam kalimat tersebut adalah : rasa
malas untuk berdiri melaksanakan shalat (kitab Fath Al-Bari, 3/36).
Sejala dengan pengertia diatas, Abdullah bin Mas’ud ra. Pernah
meratap tatkala menderita suatu penyakit pada akhir hayatnya, beliau
berujar, “sesungguhnya aku menangis, lantaran diriku di serang penyakit
ini pada saat futur. Dan bukan pada saat ijtihad (giat).” Menurut Ibnu
Al-Atsir, pengertian futur dalam hal ini adalah : semua keadaan diam,
menyedikitnya porsi beribadah dan mengurangnya semangat (An-Nihayah fi
Gharib Al-Hadist, karya Ibnu Al-Atsir, 3/408)
Futur ialah kendala yang menimpa para aktivis dakwah. Efek
terburuknya berupa, ‘ingitha’ (terputusnya aktivitas) setelah istimrar
(kontinyu) dilaksanakan. Sedangkan efek minimalnya adalah timbulnya
sikap acuh, berkembangnya rasa malas, berlambat-lambat dan
bersantai-santai, dimana sikap tersebut datang setelah sikap giat
bergerak.
Fenomena ‘futur’, sebenarnya masalah yang pasti hadir tanpa ada seorang pun yang dapat mengelak dirinya. Sebagaimana tersirat dalam sinyelemen Rasulullah saw kepada Abdullah bin Amr bin Ash ra:
Fenomena ‘futur’, sebenarnya masalah yang pasti hadir tanpa ada seorang pun yang dapat mengelak dirinya. Sebagaimana tersirat dalam sinyelemen Rasulullah saw kepada Abdullah bin Amr bin Ash ra:
“Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti fulan, sebelum ini ia rajin
bangun pada malam hari (shalat tahajjud), namun kemudian ia tinggalkan
sama sekali.” (HR. Bukhori, dalam kitab Fath Al Bari, no: 1152, 3/37).
Seorang da’i, sekalipun ia akan mengalami masa-masa futur, namun
saat-saat itu bak saat “turun minumnya” seorang prajurit yang berada di
medan laga, dimana setelah itu ia akan kembali terjun berjuang dan
berjihad. Rasulullah saw pernah bersabda pada sebuah riwayat dari
Abdullah bin Amr ra. Yang berbunyi:
“Setiap amal itu ada masa semangat dan masa lemahnya. Barangsiapa
yang pada masa lemahnya ia tetap dalam sunnah (petunjuk) ku, maka dia
telah beruntung. Namun barangsiapa yang beralih keoada selain itu,
berarti dia telah celaka.” (Musnad Imam Ahmad, 2/158-188. dan ada pula
hadist yang sejalan maknanya dari Abu Hurairah, pada kitab Shahih
Al-Jami’ As-Shaghir, no. 2147)
Syaikh Islam Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata,”saat-saat futur bagi
seorang yang beramal adalah hal wajar yang harus terjadi. Seseorang
masa fuurnya lebih membawa ke arah muraqabah (pengawasa oleh Allah) dan
pembenahan langkah, selama ia tidak keluar dari amal-amal fardhu, dan
tidak melaksanakan sesuatu yang diharamka oleh Allah SWT, diharapkan
ketika pulih ia akan berada dala kondisi yang lebih baik dari keadaan
sebelumnya. Sekalipun sebenarnya, aktivitas ibadah yang disukai Allah
adalah yang dilakukan secara rutin oleh seorang hamba tanpa terputus.”
(Madarij As-Salikin, 3/126).
“Amal agama yang paling disenangi Rasulullah saw. Adalah yang dikerjakan secara terus-menerus oleh pelakunya.” (Al-Bukhori, no. 43. lihat kitab fath al-Bari, 1/101)
“Amal agama yang paling disenangi Rasulullah saw. Adalah yang dikerjakan secara terus-menerus oleh pelakunya.” (Al-Bukhori, no. 43. lihat kitab fath al-Bari, 1/101)
Amal yang kontinyu lebih disukai karena dua sebab: pertama, bahwa
orang yang meninggalkan suau amal setelah ia melaksanakan adalah laksana
orang yang berbalik pulang setelah sampa ke tujuan. Dan kedua, sikap
terus menerus melakukan sesuatu kebaikan adalah tuntutan suatu
pengabdian. Sebagaimana seorang yang bertugas menjaga sebuah gerbang,
tidak sama antara mereka yang bertugas menjaganya setiap hari dan setiap
saat dengan orang yang hanya menjaganya satu hari penuh kemudian ia
pergi. (Fath Al-Bari, 1/103).
Futur bisa pula terbukti lewat kelemahan seoarng da’I dalam upayanya
mengejawantahkan karakteristik juru dakwah itu sendiri. Hal ini diantara
yang akan meminimkan angka produktivitas dakwah, sejurus dengan
perilaku da’I yang mengalami tugas hanya pada bentuk aktivitas yang ia
sukai saja, dan enggan melaksanakan aktivitas yang tidak sejalan denan
hawa nafsunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar