Minggu, 25 September 2011

@ Peran Muslimah Dalam Kebangkitan Islam

Dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. (HR Muslim)

Indikasi suatu orang, kelompok atau bangsa dikatakan bangkit adalah jika ia bisa menyelesaikan permasalahan hidupnya sendiri dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada disekitarnya dan posisi orang, kelompok atau bangsa tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Indikasi kebangkitan bukanlah banyaknya materi, tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan, karena itu adalah hasil daripada kebangkitan. Dikatakan hasil daripada kebangkitan karena hal-hal yang disebutkan diatas adalah buah dari proses berfikir yang diwujudkan dalam suatu aktivitas.  Sehingga kebangkitan itu sendiri bisa diartikan dengan peningkatan taraf berfikir.

Tingkat taraf berfikir seorang manusia akan menentukan caranya dalam memecahkan permasalahan yang dialaminya didalam hidup. Tingkatan taraf berfikir ini dapat terlihat jelas ketika kita mengamati perbedaan cara hidup manusia di abad lampau dibandingkan dengan manusia abad modern. Dan selama manusia, kelompok atau bangsa tidak mempunyai cara berfikir khas yang dapat memecahkan seluruh permasalahan hidupnya, maka ia tidak bisa dikatakan bangkit. Walaupun harta yang ia miliki berlimpah, tingkat pendidikannya tinggi dan kesejahteraan hidupnya tinggi.

Dan Islam, sebagai sebuah pandangan hidup sekaligus cara berfikir yang khas, telah menyediakan semua solusi untuk berbagai permasalahan yang ada pada manusia untuk seluruh zaman dan pada semua tempat. Dengan kata lain, jika Islam diterapkan secara sempurna, maka pastinya kaum muslim meningkat taraf berfikirnya dan akan mampu memecahkan segala permasalahan hidupnya. Dan Islam diturunkan untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan sesamanya serta dirinya sendiri.

Sebagai makhluk ciptaan Allah swt., dalam beberapa hal pria dan wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama. Misalnya mereka sama-sama wajib memenuhi ibadah kepada Allah swt., sama-sama wajib untuk mencintai Allah dan rasul-Nya lebih daripada yang lainnya serta sama-sama wajib dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Mereka sama-sama berhak mendapatkan surga, sama-sama berhak untuk didengarkan pendapatnya dan yang lainnya. Selain memberikan hak dan kewajiban yang sama, Allah juga memberikan keistimewaan kepada masing-masing pria dan wanita dalam rangka mengabdi kepada-Nya dalam kehidupan dunia. Allah menciptakan keistimewaan ini bukanlah untuk menjadi alasan yang satu untuk meremehkan yang lain, tetapi supaya satu sama lain saling melengkapi dan menyadari bahwa mereka tak bisa hidup secara normal tanpa kehadiran yang lainnya. Untuk menyadari ayat Allah.

Pria dan wanita memang diciptakan berbeda. Diketahui akhir-akhir ini, otak pria dan wanita  adalah rancangan sempurna dengan keunikan masing-masing. Misalnya dalam kasus pria, otak kiri mereka berkembang lebih baik daripada otak kanan mereka. Lain pada wanita, otak kanan dan kiri mereka berkembang hapir sama baiknya, walaupun pertumbuhan otak kanan wanita tidak sebaik pria. Inilah yang menyebabkan banyak fenomena yang terjadi disekeliling kita yang terasa begitu aneh. Ini menjelaskan kenapa pria berbakat memarkir mundur kendaraan sedangkan wanita tidak, menjelaskan kenapa pria selalu mendapatkan nilai yang baik pada logika matematika, menjelaskan kenapa pria hanya bisa melakukan suatu hal pada suatu waktu sedangkan wanita bisa lebih. Dan ini juga menjelaskan mengapa wanita lebih telaten daripada pria, menjelaskan mengapa wanita lebih tajam instingnya daripada pria. Semua itu karena pria dan wanita berbeda. Ini sunatullah. Oleh karena itu pandangan para feminisme yang ingin menyamakan pria dan wanita dalam semua hal adalah pandangan yang utopis, karena tidak sesuai dengan fakta. Kasarnya, tidak masuka akal, tambahan lagi, pandangan ini diawali dari cara berfikir yang sama sekali salah.

Kesalahan berfikir utama para feminis adalah mereka menjadikan tolak ukur keberhasilan dan kesuksesan bagi pria sebagai tolak ukur keberhasilan dan kesuksesan bagi wanita. Misalnya, para feminis mengatakan seseorang wanita bisa dikatakan berhasil dan sukses jika mereka bisa menghasilkan uang, mempunyai kedudukan tinggi, mempunyai posisi yang tinggi, kuat secara fisik, dan lain-lain. Mereka lupa jika memang pria dan wanita berbeda. Dan hal ini lah yang tidak boleh diulangi oleh kaum muslim dan muslimah dalam menyongsong kebangkitan.

Seperti yang telah kita ketahui, Allah swt telah melebihkan pria atas wanita dalam sal-hal tertentu, dan melebihkan wanita atas pria dalam hal-hal tertentu pula. Dan hal yang paling baik dilakukan oleh muslimah dalam rangka menyongsong kebangkitan aadalah dengan berusaha mengembangkan dan mempertajam keahlian mereka dalam hal-hal yang memang telah dilebihkan Allah atas mereka, tanpa mengabaikan kewajiban-kewajiban mereka yang lain. Saya ambil contoh dalam hal politik praktis. Dalam masalah ini umumnya pria lebih baik melakukannya ketimbang wanita, why? because men designed for it, walaupun wanita tentu harus mengerti politik praktis. Dalam kasus mengurus anak dan rumah tangga, umumnya wanita selalu lebih baik daripada pria, dan lebih suka melakukannya, why? because women designed for it, walaupun pria tentu harus mengerti pula cara mengurus anak dan rumah tangga.

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (TQS an-Nisaa’ [4]:32)

Nah, berdasarkan hal itu, maka sebagai seorang wanita muslim, yang benar-benar menginginkan kebangkitan Islam, maka ada Allah telah memberikan tempat dimana mereka bisa berperan dalam menyongsong kebangkitan Islam.

1.    Menjadi panutan bagi kaum dan lingkungan tempat tinggalnya

Dalam hidupnya, wanita juga wajib berda’wah dan menyerukan Islam di komunitas dimana ia berada, da’wah dalam artian ini adalah mengajak orang agar cenderung kepada Islam. Tetapi yang perlu digarisbawahi disini adalah pengkhususan da’wah wanita. Seorang wanita mempunyai keistimewaan penyampaian ”hati ke hati”, seorang wanita harus menjalankan peran pengemban da’wahnya lebih kepada masalah-masalah yang disitu melibatkan kaumnya. Ia mestilah lebih faham dalam hal-hal kewanitaan, walaupun tidak mengabaikan hal-hal yang lain. Selain itu seorang wanita mestilah menjadi contoh di lingkungan tempat ia berada, tidak eksklusif, berusaha memahami masyarakat tempat ia tinggal, berbaur dan melebur dengannya, tanpa mengorbankan hal prinsipal yang ia anut.

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (TQS an-Nahl [16]:125)

2.    Menjadi shahabat bagi suaminya

Banyak sekali hadits yang mengabarkan tentang pentingnya peran wanita dalam rumah tangga, khususnya perannya menjadi shahabat bagi suaminya. Hal ini berarti bahwa wanita yang telah dan akan menjadi istri sangatlah besar pengaruhnya pada aktivitas sang suami. Kita bisa melihat banyak sekali shahabat dan tokoh-tokoh besar, mereka pastilah memiliki pasangan hidup yang luar biasa. Nabi Muhammad juga memiliki pendukung yang sangat luar biasa. Dengan kata lain, walaupun secara tidak langsung, peran wanita dalam mengingatkan, melayani, dan menemani suaminya sangat besar sekali sumbangsihnya dalam kebangkitan Islam dan kaum muslimin. Bayangkan, bagaimana bisa seorang suami, yang nyata-nyata punya peran strategis di dalam da’wah menuju kebangkitan akan luar biasa pada da’wahnya seandainya ia tidak menemukan ketenangan pada istrinya.

Ingatlah, aku telah memberitahu kalian tentang istri-istri kalian yang akan menjadi penduduk surga, yaitu yang penyayang, banyak anak, dan banyak memberikan manfaat kepada suaminya; yang jika ia menyakiti suaminya atau disakiti, ia akan segera datang hingga berada di pelukan suaminya, kemudian berkata, ”Demi Allah, aku tidak bisa memejamkan mata hingga engkau meridhaiku”
(HR Baihaqi) 


Ada seorang wanita yang pernah meminta izin kepada Nabi saw. untuk turut serta berjihad. Ia berkata,
”Wahai rasulullah, aku diutus oleh kaum wanita untuk menghadap kepadamu, sebagai wakil mereka dalam berjihad, yang telah ditetapkan oleh Allah kepada kaum laki-laki. Apabila mereka menang (dalam jihad), mereka akan beroleh pahala (ganjaran); jika mereka gugur, mereka akan mendapatkan kemuliaan disisi Allah. Sementara itu, kami adalah kaum wanita.
Apabila kami membantu kaum laki-laki (dalam berjihad), apakah kami akan beroleh pahala?”
Nabi saw. menjawab, ”Sampaikanlah salamku kepada kaum wanita yang mengutusmu. Menaati suami dan menjalankan semua perintahnya adalah sama pahalanya dengan orang yang berjihad. Sayangnya mereka banyak yang tidak menjalankan hal ini.”
(HR al-Bazzar)

3.    Menjadi teman bagi anak-anaknya.

Kata-kata ”wanita adalah tiang suatu negara” tampaknya bukanlah sesuatu yang berlebihan, bahkan saya katakan ”wanita adalah tiang peradaban”. banyak sekali hadits yang mengabarkan keutamaan wanita. Ini bisa dilihat pada fungsi seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya. Anak adalah cerminan orangtua, seorang anak yang besar biasanya lahir dari keluarga yang baik. Dan ibu memegang peranan yang sangat penting dalam pengajaran ini. Oleh Allah swt. seorang ibu telah ditempatkan pada kemuliaan yang sangat tinggi menyangkut masalah pendidikan anak. Itulah mengapa tolak ukur seorang anak ditentukan dari ibunya. Bahkan penelitian yang sekarang ada menemukan bahwa anak-anak yang kurang atau mendapatkan belaian dan pelukan dari ibunya akan lebih mudah terserang penyakit daripada yang sering dibelai dan dipeluk ibunya. Pendidikan yang baik sejak dini akan melahirkan generasi yang taat pada Allah dan merindukan tegaknya Islam. Itu adalah sebuah kepastian.

Dari Abdullah bin Umar ra dikatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “….dan seorang istri adalah pemimpin bagi rumah suami dan anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka..” (HR Bukhari Muslim)

Dari Abu Hurairah dikatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik wanita yang mengendarai unta adalah wanita Quraisy”. Dalam riwayat lain disebutkan, “Wanita Quraisy yang saleh adalah wanita yang sangat menyayangi anaknya yang masih kecil dan sangat menjaga suaminya dalam soal miliknya.” (HR Bukhari)

Walhasil, peran seorang muslimah dalam menyongsong kebangkitan ummat sangatlah luar biasa dan mulia. Peran tersebut memang sebuah peran yang luar biasa berat, eleh karena itulah peran ini haruslah ditanggung dan dilaksanakan secara berjama’ah, dan bersama-sama. Dan yakinlah bahwa kita adalah ummat terbaik yang telah dilahirkan diantara manusia, dan apa-apa yang Allah wajibkan kepada muslimah pastilah dapat dikerjakan karena sesungguhnya secara fitri setiap muslimah telah dilengkapi dengan keistimewaan-keistimewaan tertentu untuk meraih kemuliaan yang telah dijanjikan Allah. Oleh karena itu. tolok ukur berhasil atau tidak peran wanita dalam kebangkitan mestilah diukur dengan tolok ukur yang Islami dan khusus buat wanita, dan tidak boleh dengan tolok ukur yang lain. Ketila pria dan wanita sama-sama menjalankan peran mereka, maka dengan pembinaan yang intensif, pengopinian yang kontinu dan pembentukan jaringan yang kokoh, maka akan terjadi peningkatan taraf berfikir dalam masyarakat dan insya Allah Islam akan bangkit.

Akhir al-kalam, peran seorang muslimah dalam menyongsong kebangkitan adalah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah. Wanita yang akan dicintai dan disayangi oleh Allah dan rasul-Nya, orangtua dan keluarganya, shahabat-shahabatnya, suaminya dan anak-anaknya. Itu adalah jaminan Allah. Tidak ada kata terlambat, persiapkan diri sejak saat ini. Amiin.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (TQS ali-Imraan [3]:110)

wallahu a’lam bi ash shawab

@ Etika Dakwah Dunia Maya : Etika Posting dan Bersikap

Etika Posting dan Bersikap

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa internet adalah termasuk media tercepat dan termurah untuk menyebarkan informasi. Dalam satu kali klik, seluruh indonesia dapat mengakses informasi yang kita berikan. Dan hal ini tentu saja menimbulkan dua kemungkinan, yaitu menjadi potensi yang sangat baik atau menjadi potensi yang sangat buruk. Oleh karena itu, ada beberapa rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam memanfaatkan internet sebagai sarana penyebaran informasi.

1. Hendaknya informasi yang kita kirimkan adalah yang benar, dibutuhkan dan untuk umum

Ada banyak informasi yang ada disekeliling kita, sebagian informasi tersebut ada yang benar, meragukan atau salah sama sekali. Seorang yang mendakwahkan Islam harusnya memberikan informasi ketika dia telah memastikan kebenaran informasi ini, dan tidak menyampaikan informasi yang belum jelas kebenarannya sehingga akan mengundang mudharat. Bila perlu, ia mencantumkan sumber dan link yang bisa dibuka untuk informasi-informasi yang sensitif. Sehingga dengan adanya hal seperti ini kita terhindar daripada fitnah dan menggunjing, serta merugikan orang/kelompok lain. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (QS al-Hujuraat [49]: 6)

Setelah kita memastikan kebenaran berita itu, maka hal yang harus kita pikirkan adalah “apakah informasi ini dibutuhkan?”. Karena ada informasi yang tidak dibutuhkan tetapi terkadang tetap diposting dan disampaikan. Hal seperti ini akan membuang waktu dan bisa jadi menyulut masalah yang lain. Di facebook sering kita lihat sindrom semacam ini, seolah-olah update status menjadi sesuatu yang wajib.

“Lagi melihat matahari terbit..”, lalu 5 menit lagi “Tidur lagi ah..”, terus 1 jam berikutnya “saatnya pergi ke kampus”, 30 menit lagi “ada pengemis di jalan, kesian banget deh..”, nggak lama kemudian “BRB, pergi ke neraka dulu..”. Ada juga yang sibuk mengirimkan ucapan selamat, hug, smile, kiss, love yang nggak penting seperti “Please accept this smile — I got it just for you!”, atau “I got you a special ♥heart!” dan lain-lain.

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَاسَمِعَ

Cukuplah bagi seseorang berbuat dosa dengan menceritakan setiap apa yang didengarnya (HR. Muslim)

Selanjutnya, kita juga harus membedakan informasi mana yang hanya menjadi konsumsi internal dan informasi mana yang boleh menjadi konsumsi publik. Kehati-hatian seharusnya menjadi asas seseorang dalam menyampaikan informasi. Karena apabila informasi yang seharusnya menjadi konsumsi internal ternyata bisa diakses juga oleh publik, maka ini menjadi sesuatu yang sangat merugikan, bahkan sampai kepada tingkatan haram untuk menyebarkan informasi yang seharusnya tidak boleh disebarkan.

Kisah Hatib bin Abi Balta’ah dapat kita jadikan contoh. Ketika Rasulullah memerintahkan kaum muslim untuk merahasiakan tentang rencana futuh makkah. Hatib yang tidak memiliki saudara yang dapat melindungi harta dan kerabatnya akhirnya tergoda untuk menuliskan surat (menyampaikan informasi) yang harusnya tidak disampaikannya. Walaupun akhirnya Allah dan Rasulullah memaafkan tindakan Hatib yang lalai, tetap saja rasulullah memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk mencegat perempuan yang membawa surat Hatib kepada penguasa makkah agar jangan sampai rahasia itu jatuh kepada orang yang tidak berhak mengetahuinya.

Rasulullah juga menyampaikan:

إِذَا حَدَّثَ الَّرجُلُ بِاْلحَدِيْثِ ثُمَّ اْلتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ

“Bilamana seorang membicarakan sesuatu kemudian dia menoleh kepadanya maka itu adalah amanah (HR. Abu Dawud)

Dalam setiap gerakan dakwah, terdapat kerahasiaan dan kehati-hatian. Dan hal ini harus benar-benar dipahami oleh setiap orang yang berada di jalan dakwah. Maka setiap ummat muslim, khususnya pengemban dakwah harus membiasakan untuk menyampaikan informasi yang perlu-perlu saja. Hal-hal yang tidak perlu menjadi konsumsi publik tidak perlu di-posting. Dan segala sesuatu yang bersifat rahasia tetap harus dijaga. Karena kehati-hatian dan kewaspadaan lebih utama daripada terlanjur lalai.

2. Mengabarkan berita baik untuk berbagi kebahagiaan sah-sah saja tapi jangan berlebihan

Allah menyampaikan di dalam al-Qur’an:

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur) (QS adh-Dhuhaa [93]: 11)

Artinya sah-sah saja seandainya kita mendapatkan nikmat atau kebahagiaan dari Allah lantas kita menyampaikannya dan menceritakannya dengan saudara-saudara kita dengan harapan mereka juga akan termotivasi dan bersyukur pada Allah atas nikmat-nikmat yang juga mereka terima.

Tapi kita harus mengingat, bahwa tidak semua nikmat yang kita rasakan dan kita dapatkan harus kita ceritakan dan pampang atau kita posting. Maksudnya adalah kita hanya mem-posting yang perlu-perlu saja. Tidak semua hal harus kita posting, berusahalah untuk memposting sesuatu yang akan menginspirasi-memotivasi dan membagikan semangat, jangan terlalu berlebihan.

وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَّي وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مِجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُوْنَ

“Dan sesungguhnya orang yang paling aku dibenci dari kalian dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah orang yang banyak bicara (HR. Tirmidzi)

3. Menghindari menyebarkan berita yang mengundang mudharat

Yang paling banyak kita temukan dalam posting di dunia maya adalah orang dengan niat yang baik dalam memberikan informasi, namun dia tidak sadar bahwa perbuatannya itu malah mengundang mudharat. Misalnya dengan posting:

“Teman-teman sekalian, ada situs yang sangat menghina Islam disini: www.linknya-dipaste-lagi.com, kita harus mengambil langkah terhadap penghinaan ini!”.
atau yang begini:
“Jaman sekarang ancur banget, ada film yang judulnya –JUDULNYA DISEBUTIN LAGI- yang isinya banyak banget tentang pornografi dan pornoaksi. Ada adegan dewasa euy disitu. Dunia semakin parah deh”

Oklah, mungkin yang nge-pos berniat untuk memberikan informasi, tapi tanpa sadar informasi yang dia sampaikan malah termasuk menyebarkan fitnah itu sendiri, dan semakin banyak orang yang akhirnya mengakses situs tersebut, lalu menyebarkannya kembali dan seterusnya. Apa hasilnya?. Hasilnya sang pembuat situs tadi senang gembira melihat jumlah visitornya yang melangit, lengkap dengan cacian yang paling seram yang bisa dilakukan manusia disitu yang semakin membuatnya punya alasan untuk membenci Islam dan menyudutkan Islam.

Kita harus ingat bahwa memberitahu seseorang tentang sesuatu yang buruk bukan dengan mencontohkannya.

Masalahnya, banyak orang yang awalnya tidak mengetahui malah jadi mengetahui dan mengakses situs-situs yang harusnya tidak boleh diakses. Walaupun mungkin ada manfaat ketika kita menyebarkan informasi semacam ini, tapi tetap saja menolak mafsadat lebih utama dari mendapat manfaat. Sesuai kaidah yang berbunyi:

إَنَّ دَفْعَ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

"Sesungguhnya, menghindari kerusakan, harus didahulukan dibanding mengambil manfaat.”

Jadi, ketika kita menemukan situs penghinaan terhadap Islam, informasi yang mengundang mudharat atau semacamnya, lebih baik kita lansgung tutup dan jangan pernah kembali. Tidak perlu membesar-besarkan dan menyebarkannya. Karena justru itu yang diinginkan pembuatnya. Toh hal yang semacam ini akan terus ada kapapnpun internet ada.

Kalau anda memiliki kekuasaan ataupun koneksi kepada orang yang bisa menghentikan, maka cukuplah informasi ini diberikan padanya saja dan tidak selain dia. Semua ini untuk menjaga agar fitnah tidak tersebar kemana-mana.

4. Tidak berlebih-lebihan dalam memberikan informasi

Seringkali kita menemukan banyak sekali hamilud dakwah yang justru ‘tebar pesona’ di setiap posting atau informasi yang dia berikan. Membuat postingnya seolah-olah terlihat ‘keren’, atau sesuatu yang diluar atau bukan kapasitasnya agar banyak comment yang mampir dan mengaguminya.

إن من أحبكم إلي وأقربكم مني مجلسا يوم القيامة أحاسنكم أخلاقا , وإن أبغضكم إلي وأبعدكم مني مجلسا يوم القيامة الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون

Diantara orang yang aku cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku di hari kiamat adalah orang yang baik akhlaknya. Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah ats-Tsartsarun (orang yang memaksakan diri untuk memperbanyak perkataan), al-Mutasyaddiqun (orang yang bicaranya kesana-kemari tanpa kehati-hatian) dan al-Mutafayqihun (orang yang sengaja memperluas cakupan pembicaraan dan membuka mulut mereka dalam pembicaraan tersebut serta memfasih-fasihkan/membagus-baguskan bahasanya dalam pembicaraan). (Muttafaq‘alaih)

Maka usahakan dalam setiap posting dan informasi yang kita berikan kita selalu berserah kepada Allah. Sama sekali tidak membuat-buat, atau membesar-besarkan perkataan, atau membuat sesuatu yang dibagus-baguskan. Kalaupun kita ingin memposting sesuatu yang menyemangati dan memprovokasi semangat, maka lakukan dengan hati-hati.

5. Tidak bersikap lemah, membuka aib diri sendiri ataupun orang lain dalam menyampaikan informasi

Saya rasa tulisan menyangkut masalah ini sudah banyak dibuat, begitu banyak tulisan yang bernada lebay, melo (melankolis) yang tidak seharusnya ditampilkan di posting. Ataupun posting yang membuka aib pribadi dan hal-hal privat yang harusnya tidak ada di ruang publik. Sehingga hal itu bisa mengundang fitnah kepadanya.

“sedang menunggu bidadari…”, “Malem jum’at enaknya ngapain ya?”, “aku menanti kedatangan dirinya..”, “siapakah dia yang selama ini aku rindukan..”, “aku tak mengerti siapakah aku saat ini”, “sedang mencoba merengkuh bulan”, “Cuma kamu yang terbaik buat aku..terima kasih kamu sudah sayang ama aku selama ini.. Mamah”, “Sudahlah…”, “Terimakasih Cinta….”, “Semua telah berakhir…” (terus terang saya suka ngakak lalu nangis kalo baca posting/status yang beginian)

Sedangkan Rasul telah memperingatkan kita untuk menjauhi fitnah:

إن السعيد لمن جنب الفتن

Sesungguhnya kebahagiaan bagi siapa saja yang menjauhi fitnah (HR. Abu Dawud)

Walhasil, atas semuanya itu kita dapat mengambil kesimpulan bahwa posisi kita sebagai hamilud dakwha telah membawa kita pada suatu kedudukan dan tanggung jawab yang lebih besar dan berat dibandingkan yang belum berkomitmen dalam dakwah. Setiap kata-kata, posting, informasi yang kita keluarkan akan diawasi dan dimonitor oleh semua pihak, baik yang suka ataupun yang tidak suka. Karena itu lebih berhati-hatilah dalam memilih informasi mana yang akan kita bagikan.

Dakwah memang sulit dan sudah sulit, jangan dibuat lebih sulit lagi. Refreshing boleh, bercanda boleh, asal jangan berlebihan dalam memanfaatkan dunia maya. Gunakan dunia maya sebagai wasilah untuk memperluas jangkauan dakwah. Bagikan semangat Anda pada yang lain dengan kontribusi apapun. Insya Allah semua yang kita lakukan di dunia maya termasuk kebaikan yang akan dicatat oleh Allah.

Wallahu a’lam bi ash-shawab

Oleh Ustadz : Felix Siauw-Islamic Inspirator

@ Hidup Ini Pilihan, Atau Takdir ?

Ya sudahlah.. percuma aku berusaha lebih keras lagi, ini sudah takdirku…
Untuk apa menda’wahkan Islam untuk memperbaiki ummat?!
kenyataan bahwa kaum muslim kini terpuruk sudah takdir yang diberikan Allah…



Semua penderitaan kita sudah tertulis di Lauh al-Mahfudz,
jadi walaupun kita terus berjuang merubah kemunkaran, tidak akan ada yang berubah!

Sudah garis tangannya si fulan untuk menjadi ustadz yang paham agama,
sedangkan aku garis tangannya menjadi pengusaha,
oleh karena itu bukan urusanku untuk menyampaikan agama Islam..

Rizki itu di tangan Allah, semua sudah ditentukan sebelum kita dilahirkan di dunia,
jadi jangan kuatir dengan rizki, kalau memang rizki itu milik kita,
ia akan datang walaupun kita tidak mengusahakannya…

Kegagalan saya bukanlah kesalahan saya, melainkan sudah takdir dari yang Maha Kuasa…
 

Kata-kata takdir seringkali membatasi manusia dari melakukan yang terbaik dari dirinya, menjadi yang terbaik, dan merubah sesuatu yang berada di depannya. Kata ini seolah-olah menjadi legitimasi bagi seseorang untuk melakukan aktivitasnya secara minimalis dan menjadi alasan khususnya bagi kaum muslim untuk menghindar dan mengelak dari seruan Tuhan mereka.

Kesalahan pandangan terhadap konsep takdir biasanya dimulai dari tidak tepatnya seseorang mengartikan ketiga hal yang berkaitan dengan Allah, yaitu Ilmu Allah, Kehendak Allah dan Lauh al-Mahfudz. Mereka yang berpandangan salah tentang konsep takdir merasa bahwa apa yang mereka lakukan dan yang terjadi di dunia sudah diketahui oleh Allah sebagai yang Maha Tahu, sudah dikehendaki Allah sebagai yang Maha Berkehendak serta sudah tertulis di dalam Lauh al-Mahfudz. Sehingga sebagai manusia, makhluk yang terbatas, mereka merasa terpaksa berada dalam kondisi yang memang sudah ditentukan oleh yang Maha Kuasa. Padahal ketiga hal tersebut, yaitu Ilmu Allah, Kehendak Allah dan Lauh al-Mahfudz tidak boleh sekali-kali dicampuradukan dengan pembahasan takdir, karena tidak seorangpun yang mengetahui ilmu Allah, seperti apa Allah berkehendak atas dirinya, dan juga tidak mengetahui apa yang tertulis di dalam Lauh al-Mahfudz.

Ada sebuah ilustrasi yang sangat masyhur, adalah seorang pencuri yang tertangkap dimasa pemerintahan Islam sedang jaya-jayanya. Sang pencuri ini tengah diproses oleh seorang Hakim. Lalu si pencuri berkata membela diri ”Wahai tuan hakim, sungguh tidak pantas tuan menghukum saya”, dia melanjutkan ”karena apa yang saya lakukan ini sesungguhnya sudah diketahui oleh Allah dan Allah membiarkannya (mengizinkannya), dan sesungguhnya Allah-lah yang berkehendak atas terjadinya pencurian ini, dan kita semua tahu, di Lauh al-Mahfudz sesungguhnya telah tertulis semua aktivitas kita dari mulai dilahirkan sampai kita menemui ajal, termasuk pencurian ini sesungguhnya telah tertulis di kitab tersebut, sehingga tidak pantas tuan hakim menjatuhkan hukuman kepada saya, karena perbuatan ini bukan karena kehendak saya”. Hakim tersebut lalu berfikir tentang hal tersebut, setelah lama berfikir akhirnya ia mengeluarkan keputusan untuk menghukum si pencuri itu. ”Baik, masukkan dia kedalam sel penjara!”, ujarnya. Si pencuri protes kepada tuan hakim dengan penjelasannya yang panjang lebar tadi, yang intinya adalah pencurian itu bukan kehendaknya tetapi kehendak Allah, atau sudah nasibnya. Sang hakim pun berkata dengan tenang ”Sebenarnya saya tidak mau menjatuhkan hukuman kepadamu, tetapi bagaimana lagi, ini juga kehendak Allah, dan di Lauh al-Mahfudz juga sudah tertulis pada hari ini dan waktu ini saya mengeluarkan hukuman penjara bagimu!”

Ilustrasi diatas memberikan kita kejelasan, bahwa si pencuri mencoba mencampuradukkan Ilmu Allah, Kehendak Allah dan Lauh al-Mahfudz dalam pembahasan takdir, sehingga pembahasan takdir menjadi kacau. Dan sampai sekarangpun masih banyak kelompok atau individu yang salah memahami konsep takdir, sehingga termasuklah mereka kedalam kaum fatalis, yaitu kaum yang menganggap bahwa manusia seperti daun yang terombang ambing di permukaan air, dengan kata lain, manusia tidak mempunyai pilihan untuk mengarahkan hidupnya. Kaum fatalis ini menganggap masuknya manusia kedalam surga ataupun kedalam neraka sesungguhnya telah ditentukan sejak awal, dan manusia tidak memiliki kekuatan untuk mengubahnya.
Sehingga, jika kita menginginkan untuk berfikir efektif dan produktif, hendaknya kita tidak boleh mencampuradukkan pembahasan takdir dengan Ilmu Allah, Kehendak Allah dan Lauh al-Mahfudz. Tidak kita sangsikan bahwa Allah pasti mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada dunia yang diciptakan-Nya, ia juga mengetahui semua perbuatan hamba-Nya, baik yang telah kita perbuat, yang sedang kita buat maupun yang akan kita perbuat. Dan kita pun tahu bahwa apa pun yang menjadi kehendak Allah pastilah terjadi diatas muka bumi ini. Kita pun yakin bahwa semua perbuatan kita dari lahir hingga mati sesungguhnya telah tertulis di Lauh al-Mahfudz. Tetapi, semua itu tidak berarti kita tidak bisa memilih apa yang kita perbuat. Sebagai contoh, Allah sudah mengetahui dan berkehendak Anda membaca artikel ini. di Lauh al-Mahfudz pun sudah tertulis, pada tanggal ini jam sekian Anda membaca sampai pada pembahasan takdir ini. Tetapi Anda juga ingat bahwa ketika berada di website ini Anda bisa memilih dengan bebas apakah artikel ini ataukah artikel lain yang Anda baca. Dengan kata lain, Anda memiliki pilihan untuk melakukan sesuatu, memilih sesuatu dan menjadi sesuatu. Kehendak bebas atau kesempatan memilih yang diberikan Allah kepada manusia inilah yang akhirnya melahirkan konsekuensi logis, yaitu pertanggungjawaban manusia atas perbuatan-perbuatan yang dipilih olehnya. Pertanggungjawaban ini di akhirat kita sebut dengan prosesi hisab. Di dunia pun, sudah sewajarnya bila kita dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipilihnya.

Pada seorang individu, selain perbuatan-perbuatan atau kejadian-kejadian yang bisa dipilih dan berada di dalam kendali manusia untuk memilihnya, ada juga kejadian-kejadian dimana manusia tidak mempunyai pilihan atasnya, dan dipaksakan terjadi atas manusia itu, serta sudah ditetapkan atas manusia, baik dia suka maupun tidak, misalnya manusia pasti akan mati, wanita memiliki kemampuan melahirkan, pria memiliki kecenderungan kepada wanita, matahari terbit dari timur dan terbenam di barat, bencana alam yang terjadi dan lain-lain. Dalam hal ini, Allah tidak memberikan ruang kepada manusia untuk memilih, sehingga apapun yang terjadi, manusia tidak perlu atau tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang terjadi, karena hal itu tidak dapat dipilihnya. Di dunia pun anda tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas hal yang tidak bisa anda pilih. Misalnya, tidak seorang pun bertanya kepada Anda, kenapa anda adalah seorang pria? atau bertanya kepada Anda, mengapa matahari terbit dari timur? Mengapa manusia akan mati?. Sekali lagi, dalam hal yang tidak bisa kita pilih, kita tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang terjadi pada diri kita maupun orang lain.

Sederhananya adalah, kejadian-kejadian yang terjadi pada manusia bisa dikelompokkan dalam dua bagian. bagian pertama adalah kejadian yang terjadi pada diri manusia yang dapat dipilih, bagian kedua adalah kejadian yang terjadi pada diri manusia yang tidak dapat dipilih, atau dipaksa terjadi atasnya. Pada bagian pertama, kita bisa memilih perbuatan atau kejadian sesuai keinginan kita, karena itulah kejadian itu akan dimintai pertanggungjawaban. Hal ini berarti, menjadi rajin ataupun menjadi malas, menjadi orang yang amanah atau yang khianat, menjadi seorang pemarah atau penyabar, menaati perintah Allah atau membangkangnya adalah sesuatu yang dapat kita pilih.

Sedangkan pada bagian kedua, kita dipaksa menerima kejadian itu dan tidak diberikan pilihan, inilah yang kita sebut takdir. Dan terhadap takdir atau ketetapan yang diberikan kepada kita, baik atau burauknya itu menurut kita, maka kita wajib mengimaninya, dan yakin bahwa itu yang terbaik untuk kita yang berasal dari Allah swt. Prakteknya dalam kehidupan sehari-hari, jika sesuatu terjadi atas kita ataupun terhadap orang lain, dan itu tidak dapat dipilihnya, maka kita tidak boleh protes atau mengeluh secara berlebihan, serta tidak boleh menyalahkan diri sendiri atas kejadian itu. Karena itu semua berasal dari Allah, dzat yang maha memberi ketetapan, dan apa yang diberikan oleh-Nya pasti baik.

Setelah pembahasan ini, kita menyadari bahwa tidak sepatutnya kita menyalahkan takdir atas kejadian-kejadian yang sebenarnya bisa kita pilih. Apa yang terjadi di masa yang lalu mungkin beberapa diantaranya termasuk dalam hal yang bisa kita pilih. Masa depan pun sesungguhnya bisa kita pilih, ingin menjadi apakah Anda?

Oleh Ustadz : Felix Siauw-Islamic Inspirator

@ Sedikit Obat untuk Bersemangat dalam Perjuangan


Anda sering menunda-nunda shalat wajib lewat daripada waktu keutamaannya? Dan Anda malas untuk berjamaah di masjid? Jarang membaca al-Qur’an dan tidak bersemangat dalam dakwah Islam? Merasa disorientasi dalam aktivitas sehari-hari dan merasa seolah-olah 24 jam hari ini terbuang dengan percuma?, jika salah satu pertanyaan ini Anda jawab “ya” berarti Anda bisa jadi kemungkinan besar mengidap sindrom futur.
Iman itu naik dan turun katanya, mungkin inilah yang menyebabkan seringkali kita mengalami saat-saat dimana kita merasa down, merasa useless dan merasa lesu. Adakalanya pula kita merasa sangat semangat dan bahagia, dan mampu menyelesaikan semua hal yang perlu diselesaikan. Betul, (pengaruh) keimanan memang naik dan turun, tetapi trend-nya harus dijaga agar tetap naik. Futur adalah penyakit yang memang pasti akan menyerang seseorang yang tingkat keimanannya tinggi, bukan untuk menjatuhkannya, tapi untuk memperkuat dan membawa keimanannya ke level yang lebih tinggi. Kira-kira grafiknya tingkat keimanan seperti ini:

Pertanyaannya adalah, bagaimana jika kita berada dalam keadaan futur, lalu ingin menaikkan tingkat keimanan kita kembali supaya kita menjadi bergairah kembali di dalam keislaman dan dakwah kita? setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan keimanan kita.

1. Salah satu penyebab dominan futurnya seseorang dalam perjuangan Islam adalah karena dia tidak benar-benar memahami dan menyadari tujuan aktivitasnya. Seseorang yang mengetahui dengan pasti tujuannya dan urgensi daripadanya pasti akan selalu bersemangat dalam meraih apa yang menjadi tujuannya. Berbeda dengan seseorang yang hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui jelas tujuan apa yang akan dia wujudkan, maka orang seperti ini pasti akan mudah mengalami futur. Oleh karena itu, kita benar-benar harus menggambarkan dengan jelas apa yang menjadi tujuan aktivitas kita, memahami urgensinya dengan sungguh-sungguh, insya Allah semangat kita pun akan mengalir. Contoh, seorang laki-laki yang telah menikah dan mempunyai anak tidak punya waktu untuk futur dalam bekerja apabila dia sadar dan paham bahwa aktivitas kerja itu adalah yang menjamin istri dan anak-anaknya tetap hidup dan meraih cita-cita mereka. Maka sayangnya dan cintanya kepada anak dan istrinya membawa dia untuk bekerja keras, siang-malam karena dia mengetahui secara pasti tujuan aktivitasnya.

2. Baca al-Qur’an dan as-Sunnah serta terjemahannya, ayat apa saja yang penting kita memahami isinya, bila perlu bukalah tafsirnya. Qalbu yang tidak diisi dengan al-Qur’an laksana rumah yang bobrok, maka bacalah al-Qur’an dan fahami maknanya. Saya pribadi mempunyai ayat-ayat dan hadits yang selalu saya baca manakala saya merasa futur, tidak berarti yang lain tidak penting, tetapi tujuannya adalah mengingatkan kita akan perjuangan kita. Misal, saya selalu membaca surat an-Nuur 55, at-Taubah 111 dan ash-Shaff 10-11.

3. Bacalah sirah nabawiyah ataupun hayatu shahabat dan kisah-kisah para pejuang-pejuang di dalam Islam. Gambarkan dalam benak Anda bagaimana mereka berjuang dengan seluruh harta bahkan nyawa mereka hanya untuk kemuliaan Allah dan rasul-Nya. Setelah membaca, coba kita adakan komunikasi internal dan perenungan qalbu. Cobalah bandingkan pengorbanan mereka dan izzah mereka sebagai seorang muslim. Bahwa mereka menginginkan surga yang sama seperti yang kita inginkan, dan ternyata aktivitas kita tidak dapat dibandingkan dengan aktivitas mereka, padahal keinginannya sama-sama surga.

4. Kunjungi dan mintalah nasehat kepada orang-orang yang Anda anggap mampu untuk memberikan semangat dan nasehat kepada Anda. Ketika saya masih kuliah, dan mengalami futur ataupun disorientasi hidup, maka biasanya saya menelpon atau mengunjungi ustadz-ustadz saya untuk hanya ngobrol barang sesaat dan bercengkerama, menanyakan kabar mereka dan terkadang saya meminta nasehat secara langsung. Jiwa selalu perlu re-charge, kunjungilah dan mintalah nasehat pada mereka yang punya tegangan cukup untuk men-charge Anda. Selain itu kita juga dapat mengunjungi kajian-kajian Islam, training-training, dan acara-acara Islam lainnya yang juga dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan lagi keimanan kita.

5. Bila memungkinkan, ambillah waktu sejenak untuk beristirahat dan menenangkan diri. Tidak perlu waktu khusus untuk berlibur ataupun cuti, karena perjuangan Islam tidak mengenal cuti dan libur. Tetapi bisa dengan hal yang sederhana, misalnya dengan melakukan hal yang kita sukai dirumah atau bertafakkur alam. Setelah pikiran kita tenang, maka buatlah resolusi Anda dengan menuliskan apa yang Anda inginkan sebagai perubahan.

6. Bila semua cara diatas tidak membantu. Ada cara terakhir yang bisa dilakukan: Paksakan saja!. Terkadang kita perlu menjerumuskan diri kedalam lubang kebaikan. Tidak ada cara lain yang lebih bagus daripada “paksakan saja”, ketika kita sedang futur. Just-do-it, itu kuncinya. Bila sedang malas shalat berjamaah maka paksakan saja, bila malas berdakwah, maka paksakan dengan cara minta amanah untuk dikerjakan. Jerumuskan diri Anda pada tempat yang Anda terpaksa harus berbuat baik. Karena paksaan awalnya memang terkadang perlu sebelum Anda enjoy dengan aktivitas itu. Pengamatan yang saya lakukan memberikan saya suatu kesimpulan, bahwa seseorang dengan tanggungjawab dan amanah yang semakin besar justru lebih sedikit futurnya daripada seseorang dengan amanah yang sedikit. Jadi jerumuskan diri Anda dalam amanah. Bisa dengan menjadi ketua organisasi, wakil ketua, sekretaris, bendahara, kepala departemen, ataupun apa saja yang akhirnya menuntut kita untuk banyak beraktivitas.

@ Makna Futur

“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya : 19-20)

Dalam Lisanul Arab, arti futur adalah : diam setelah giat, dan lemah setelah semangat. Allah SWT berfirman
Menurut Imam Thabari dalam tafsirnya pengertian “Laa yahturuun:” dalam ayat di atas ialah : para malaikat tidak kenal letih dan tanpa rasa bosan (tafsir at-thabari, 17/12).
Ketika membahas kisah zainab ra. Yang meletakkan seutas tali untuk dapat digunakan sebagai tempat bergantung jika datang masa futurnya. Ibnu hajar mengungkapkan arti futur dalam kalimat tersebut adalah : rasa malas untuk berdiri melaksanakan shalat (kitab Fath Al-Bari, 3/36).
Sejala dengan pengertia diatas, Abdullah bin Mas’ud ra. Pernah meratap tatkala menderita suatu penyakit pada akhir hayatnya, beliau berujar, “sesungguhnya aku menangis, lantaran diriku di serang penyakit ini pada saat futur. Dan bukan pada saat ijtihad (giat).” Menurut Ibnu Al-Atsir, pengertian futur dalam hal ini adalah : semua keadaan diam, menyedikitnya porsi beribadah dan mengurangnya semangat (An-Nihayah fi Gharib Al-Hadist, karya Ibnu Al-Atsir, 3/408)
Futur ialah kendala yang menimpa para aktivis dakwah. Efek terburuknya berupa, ‘ingitha’ (terputusnya aktivitas) setelah istimrar (kontinyu) dilaksanakan. Sedangkan efek minimalnya adalah timbulnya sikap acuh, berkembangnya rasa malas, berlambat-lambat dan bersantai-santai, dimana sikap tersebut datang setelah sikap giat bergerak.

Fenomena ‘futur’, sebenarnya masalah yang pasti hadir tanpa ada seorang pun yang dapat mengelak dirinya. Sebagaimana tersirat dalam sinyelemen Rasulullah saw kepada Abdullah bin Amr bin Ash ra:
“Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti fulan, sebelum ini ia rajin bangun pada malam hari (shalat tahajjud), namun kemudian ia tinggalkan sama sekali.” (HR. Bukhori, dalam kitab Fath Al Bari, no: 1152, 3/37).
Seorang da’i, sekalipun ia akan mengalami masa-masa futur, namun saat-saat itu bak saat “turun minumnya” seorang prajurit yang berada di medan laga, dimana setelah itu ia akan kembali terjun berjuang dan berjihad. Rasulullah saw pernah bersabda pada sebuah riwayat dari Abdullah bin Amr ra. Yang berbunyi:
“Setiap amal itu ada masa semangat dan masa lemahnya. Barangsiapa yang pada masa lemahnya ia tetap dalam sunnah (petunjuk) ku, maka dia telah beruntung. Namun barangsiapa yang beralih keoada selain itu, berarti dia telah celaka.” (Musnad Imam Ahmad, 2/158-188. dan ada pula hadist yang sejalan maknanya dari Abu Hurairah, pada kitab Shahih Al-Jami’ As-Shaghir, no. 2147)
Syaikh Islam Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata,”saat-saat futur bagi seorang yang beramal adalah hal wajar yang harus terjadi. Seseorang masa fuurnya lebih membawa ke arah muraqabah (pengawasa oleh Allah) dan pembenahan langkah, selama ia tidak keluar dari amal-amal fardhu, dan tidak melaksanakan sesuatu yang diharamka oleh Allah SWT, diharapkan ketika pulih ia akan berada dala kondisi yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sekalipun sebenarnya, aktivitas ibadah yang disukai Allah adalah yang dilakukan secara rutin oleh seorang hamba tanpa terputus.” (Madarij As-Salikin, 3/126).

  “Amal agama yang paling disenangi Rasulullah saw. Adalah yang dikerjakan secara terus-menerus oleh pelakunya.” (Al-Bukhori, no. 43. lihat kitab fath al-Bari, 1/101)
Amal yang kontinyu lebih disukai karena dua sebab: pertama, bahwa orang yang meninggalkan suau amal setelah ia melaksanakan adalah laksana orang yang berbalik pulang setelah sampa ke tujuan. Dan kedua, sikap terus menerus melakukan sesuatu kebaikan adalah tuntutan suatu pengabdian. Sebagaimana seorang yang bertugas menjaga sebuah gerbang, tidak sama antara mereka yang bertugas menjaganya setiap hari dan setiap saat dengan orang yang hanya menjaganya satu hari penuh kemudian ia pergi. (Fath  Al-Bari, 1/103).
Futur bisa pula terbukti lewat kelemahan seoarng da’I dalam upayanya mengejawantahkan karakteristik juru dakwah itu sendiri. Hal ini diantara yang akan meminimkan angka produktivitas dakwah, sejurus dengan perilaku da’I yang mengalami tugas hanya pada bentuk aktivitas yang ia sukai saja, dan enggan melaksanakan aktivitas yang tidak sejalan denan hawa nafsunya.

Sumber : http://blogumam.wordpress.com

Minggu, 11 September 2011

@ Musafir Kenangan

Romantika keheningan...
Menyiplak masa melengkapi kesepian kekosongan dijiwa.....
Seirama lantunan perjalanan detik waktu yang terus bergema....
Melunasi pencaharian sesosok bayang yang begitu mudah ditemukan....
Sekujur malampun telah kuyup tersiram diusir fajar...
Mengabaikan sombong musafir....
Kenangan yang terlelap di alam khayalan....
Segalapun tunai tertinggali perihnya kesendirian disepian.....
Melengkapi kalimat batin siksaan perjuangan rasa....
Mengejar setitik cahaya pengobat diri....
Menerpis semua khayalan yang penuh tipu....
Ketika kelelahan menghampiri jiwa dari segala dusta.....
Tubuh terpatung raga tak berdaya....
Hanya sekeping hati yang mampu hidup bertahan....
Memecah heningnya khayalan.....
Mengubur dalam romantika kenangan....
Menghidupkan kembali warna warni kehidupan....
Disana akan ditemui betapa berharganya napas hidup ini...
Mengalahkan nilai-nilai dunia dan seisinya...
Tinggallah kenangan walau pahit tertelan....
Tak ada gunanya larut dalam fananya dunia...
Karena dunia tak selamanya berperan alam kegelapan....
Akan ada setitik cahaya sebagai penerang....
Hanya setapak jalan yang akan menentukan gelap terangnya hidup...
Yang akan mengantarkan sepi ramainya kehidupan.

Dikirim oleh : By. Syair Pujangga
Selasa, 06 September 2011

@ Tipuan Dunia

Butiran kehinaan tak henti mengalir diri....
Menyogok mimpi memugar dosa yang tak pernah disesali....
Segala semua bermata nilai harta ditentukan....
Menjadi sebingkai kata halal yang tak pernah terakui....
Disinilah dunia kini banyak bercerita tentang harga diri....
Menipu kejujuran tersesat kata....
Kebohonganpun tertelan sudah....
Ketika kemiskinan bagai neraka....
Menghindari kafir demi keinginan....
Menjadi bayangan dalam sosok diri yang begitu dibanggakan....
Apalah arti kesempurnaaan hamba kini dibunuh dalam kerakusan.....
Hanya segenappun tak mampu sebenarnya dinikmati....
Tipuan begitu berkilau membius kebodohan iman sang insan....
Melupakan sesat hingga terpuruk sejauh dasar batas kehinaan.....
Sungguh dunia takkan ternikmati dalam imaji kerakusan....
Tak terengkuh nikmat bila dunia sesak penuh direlunh hatimu....
Benarlah nilai sesungguhnya takkan ada yang termiliki....
Hanya nafsu berpuasa menyisakan diri dalam kehausan yang tak terpenuhi....
Pandanglah baik-baik dengan segala bentuk adanya rasa....
Sedikitpun dunia tak akan dapat memuaskan rakus jiwamu.....
Meski seluruh ingin telah terangkum dalam genggaman.....
Yakinlah, setelah nikmatpun takkan terhenti memusuhimu....
YAKINLAH............................!!!!!!!!!!!!

Dikirim oleh : By. Syair Pujangga
Senin, 06 September 2011