MUQODDIMAH
 
Sudah menjadi hal yang lazim bagi setiap tugas atau pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh seseorang. Harus adanya kesiapan dan persiapan terlebih dahulu. Sebagai contoh membangun sebuah rumah tidak mungkin bisa terlaksana kecuali ada ahli bangunan yang memiliki pengetahuan yang lengkap tentang semua permasalahan yang terkait dengan bangunan. Demikian pula membangun manusia dengan proses tarbiyah membutuhkan murobbi-murobbi profesional.

Mengawal proses tarbiyah adalah pekerjaan yang sangat berat lagi tidak mudah, karena tarbiyah berarti mempersiapkan manusia dengan membentuk dan memformatnya menjadi orang yang memiliki syakhsyiah muslimah da’iah (kepribadian muslim) setelah menghilangkan potensi negatif dan mengembangkan potensi positif pada dirinya. 

Tarbiyah berarti berinteraksi dengan manusia, makhluk yang memiliki banyak dimensi dan permasalahan yang kompleks. Orang yang berinteraksi dengan makhluk selain manusia dengan mudah dapat menundukkan dan mengendalikannya namun berinteraksi dengan manusia tidak dapat disamakan dengan berinteraksi dengan binatang atau makhluk lainnya. Oleh karena itu tidak semua orang dapat mentarbiyah, bahkan orang yang sudah memiliki pemahaman yang bagus, latar belakang ilmiah yang memadai, kemampuan berbicara dan kemampuan berdialog yang baik sekalipun belum cukup untuk menjadi murobbi sukses.
Mengingat mentarbiyah manusia bukan pekerjaan yang ringan maka para murobbi dituntut untuk terus melakukan peningkatan kualitas diri agar menjadi murobbi yang profesional.

DEFINISI MUROBBI
 
Murobbi adalah orang yang melaksanakan dan mengawal proses tarbiyah, dengan fokus kerjanya pada pembentukam pribadi muslim solih muslih, yang memperhatikan aspek pemeliharaan [ar-ria’yah], pengembangan [at-tanmiah] dan pengarahan [at-taujih] serta pemberdayaan [at-tauzhif].

FUNGSI MUROBBI DI DALAM AL-QUR’AN
 
Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang menjelaskan fungsi murobbi, seperti di dalam surat Al-Baqoroh ayat 151, Ali Imron ayat 164 dan Al-Jumu’ah ayat 2. Di dalam surat Al-Baqoroh ayat 151 Allah SWT. berfirman, artinya
“Sebagaimana Kami telah utus kepada kamu seorang rasul (Muhammad) membacakan kepadamu ayat-ayat Kami, membersihkan jiwa-jiwa kamu, mengajarkan kepada kamu al-kitab dan al-hikmah dan mengajarkan kepada kamu apa-apa yang kamu belum mengetahuinya”
.

Di dalam ayat ini ada 3 poin penting yaitu;
Rosul diutus kepada ummatnya sebagai murobbi (kama arsalna fikum rosulan minkum). Rosul dalam melaksanakan fungsi tarbiyah dibekali manhaj dan penguasaannya yang benar
dan utuh (yatlu ‘alaikum ayatina).
Proses tarbiyah yang dilakukan rosul memperhatikan 3 aspek penting yaitu;
a. Mensucikan jiwa (wayuzakkikum) agar terbentuknya ruhiyah ma’nawiah (mentalitas
sepiritual).
b. Mengajarkan ilmu (wayu’allimukumul kitaba walhikmata) agar terbentuknya fikriah
tsaqofiah
(wawasan intelektual)
c. Mengajarkan cara beramal (wayu’allimukum malam takunu ta’lamun) agar terbentuknya amaliah harokiyah
(amal dan harokah).

Jika kita perhatikan ayat di atas, tazkiatun nafs (pembersihan jiwa), menjadi skala prioritas dalam proses tarbiyah sebelum memberikan wawasan intelektualitas dan berbagai aktivitas, karena perubahan dan perbaikan manusia harus dimulai dari perubahan dan perbaikan jiwa sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 11, artinya;
"sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu merubah keadaan dirinya”
.

walaupun begitu murobbi tidak boleh mengabaikan sisi-sisi yang lainnya yaitu sisi intelektualitas dan aktivitas secara seirnbang dan berkesinambungan.

FUNGSI MUROBBI DALAM MEJALANKAN PROSES TARBIYAH

Murobbi dalam melaksanakan proses tarbiyah atas mutarobbi berfungsi sebagai;
1. Walid (orang tua) dalam hubungan emosional.
2. Syaikh (bapak spiritual) dalam tarbiyah ruhiyah
3. Ustadz (guru) dalam mengajarkan ilmu
4. Qoid (pemimpin) dalam kebijakan umum da’wah.
Agar fungsi-fungsi ini dapat di perankan oleh murobbi maka murobbi dituntut untuk memenuhi kriteria dan sifat-sifat murobbi sukses.

KRITERIA DAN SIFAT-SIFAT MUROBBI SUKSES
 
Diantara kriteria dan sifat-sifat murobbi sukses sebagai berikut;
1. Memiliki ilmu.
Ilmu yang harus dimiliki seorang murobbi meliputi banyak cabang ilmu pengetahuan, diantaranya:
a. Ilmu syar’i; salah satu tujuan tarbiyah dalam islam menjadikan manusia agar beribadah kepada Allah. Ibadah baru akan tercapai hanya dengan ilmu syar’i. Yang dimaksud dengan ilmu syar’i di sini tidak berarti bahwa seorang murobbi harus alim di bidang ilmu syar’i atau sepesialis di bidang ulum syar’iah akan tetapi ilmu syar’i yang harus dimiliki seorang murobbi adalah ilmu syar’i yang dengannya ia mampu membaca, membahas dan mempersiapkan tema-tema syar’i serta memiliki ilmu-ilmu dasar yang kemudian ia dapat mengembangkan potensi syar’inya dengan semangat belajar.
b. Ilmu pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhannya sebagai murobbi tentang situasi dan kondisi zaman dan masyarakatnya.
c. Psikologi, seperti karakter manusia sesuai dengai usianya; anak-ariak, remaja, dan orang dewasa, tentang motivasi naluri dan potensi manusia serta membaca tulisan-tulisan dan kajian-kajian tentang kelompok masyarakat yang dibutuhkan dalam proses tarbiyah. Ini tidak berarti seorang murobbi harus psikolog atau ahli di bidang ilmu pendidikan, akan tetapi yang diperlukan murobbi adalah dasar-dasar umum ilmu jiwa dan memiliki kemampuan memahami hasil kajian dan penelitian di bidang ini.
d. Mengetahui kesiapan, kemampuan dan potensi mutarobbi, dalam hal ini Rasul SAW adalah murobbi yang sangat tahu tentang kondisi, potensi, kesiapan dan kemampuan mutarobbi, sebagai contoh ketika Rasul memberikan sarannya kepada Abu Dzar al-Gifari di saat ia minta jabatan kepada Rasul dalam sabdanya ’Wahai Abu Dzar saya lihat kamu dalam hal ini lemah, dan saya mencintai kamu seperti saya mencintai diri saya sendiri, kamu tidak layak untuk memimpin sebanyak dua orang sekalipun dan tidak mampu mengelola harta milik anak yatim”.(H.R Muslim).
e. Mengetahui lingkungan di mana mutarobbi berada/tinggal, karena lingkungan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kepribadaian (mutarobbi), pengetahuan tentang lingkungan
mutarobbi sangat penting bagi mutarobbi sebagai bahan dalam proses tarbiyah.

2. Murobbi harus lebih tinggi kualitasnya dari mutarobbi; dalam proses tarbiyah terjadi timbal balik antara murobbi dan mutarobbi, terjadi proses memberi dan mengambil, menyampaikan dan menerima, oleh karenanya murobbi harus lebih tinggi dari mutarobbi, tidak berarti murobbi harus lebih tua dari mutarobbi sekalipun faktor usia penting akan tetapi yang lebih penting kemampuan, pengalaman dan keterampilan murobbi harus lebih tinggi dari mutarobbinya. Karenanya Rosul adalah orang yang memiliki sifat-sifat di atas semua manusia dari berbagai sisi.

3. Mampu mentransformasikan apa-apa yang dimiliki; banyak orang orang besar yang tidak mampu memberikan dan menyampaikan apa-apa yang dimilikinya, karenanya ia tidak dapat mentarbiyah, walaupun memiliki kelebihan dari sisi ilmu pengetahuan, moralitas, mentalitas dan emosional, akan tetapi karena alasan tertentu mereka tidak mendapatkan pengalaman lapangan khususnya di medan tarbiyah. Ia hanya memiliki wawasan teoritis tidak memiliki pengalaman praktis. Orang-orang seperti ini sering dijumpai di acara-acara umum seperti kajian ilmiah, seminar, dialog wawancara dan lain-lainnya mereka pandai berbicara, kuat argumentasinya dan penyampaian materinya menarik, tapi semua itu belum cukup untuk menjadikan seseorang mampu mentarbiyah. Sering kali kita terpesona dengan orang-orang seperti itu bahkan menganggap mereka memiliki potensi tarbiyah yang paling baik tanpa melihat sisi-sisi yang lain.

4. Memiliki kemampuan memimpin (al-qudroh ‘alal qiyadah); kemampuan memimpin menjadi salah satu kriteria asasi bagi murobbi.dan tidak semua orang memilki kemampuan ini, ada orang yang dapat mengambil keputusan managerial, dan ada pula yang mampu memanage perusahaan atau yayasan, akan tetapi qiyadah (kepemmpinan) lebih dari itu, khususnya proses tarbiyah tidak bisa dipaksakan. Jika militer atau penguasa dapat menggiring manusia dengan tongkat dan senjata maka seorang yang tidak memiliki kemampuan memimpin tidak akan bisa mentarbiyah orang lain.

5. Memiliki kemampuan mengevaluasi (al-qudroh ‘alal mutaba’ah); proses tarbiyah bersifat terus menerus dan berkesinambungan tidak cukup dengan arahan-arahan sesaat dan temporer dan tarbiyah membutuhkan evaluasi yang berkesinambungan. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses tarbiyah maka evaluasi adalah suatu hal yang tidak boleh diabaikan. Murobbi mengevaluasi dirinya, manhaj (pedoman), sarana, media, metoda dan mutarobbi secara intensif dan komprehensif.

6. Memiliki kemampuan melakukan penilaian (al-qudroh ‘alat taqwim); taqwim dalam proses tarbiyah 
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tarbiyah itu sendiri, murobbi harus melakukan penilaian
terhadap;
a. Menilai peserta tarbiyah untuk mengetahui kemampuannya, agar murobbi dapat mentarbiyah
sesuai dengan keadaannya.
b. Menilai peserta tarbiyah untuk mengetahui sejauh mana pencapaian muwasofat (sifat-sifat yang terdapat pada profil pribadi muslim) pada dirinya dan apa pengaruhnya dalam kehidupan  kesehariannya.
c. Menilai program, tugas dan kendala serta solusinya.
d. Menilai permasalahan tarbiyah untuk ditangani secara profesional dan proporsional.
Taqwim yang dilakukan oleh murobbi harus dilakukan secara ilmiah dan obyektif dengan
berpegang pada kaidah-kaidah taqwim yang telah baku, bukan kesan pribadi atau emosional.

7. Memiliki kemampuan membangun hubungan emosional (al-qudroh ‘ala binaal-‘laqoh al-insaniah). Hubungan antara murobbi dan mutarobbi harus dilandasi kasih sayang dan cinta karena Allah, maka murobbi yang tidak menanamkan kasih sayang dan kecintaan ke dalam jiwa mutarobbinya, bisa dipastikan bahwa semua pelajaran dan pesan-pesannya yang disampaikan kepadanya akan berakhir dengan berakhirnya kata-kata murobbi dan tidak akan masuk kedalam hati, apa lagi untuk menjadi ilmu yang mengkristal di dalam jiwa. Allah SWT.telah mengingatkan didalam surat Ali Imron ayat 159:
”Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.

PENUTUP
 
Proses tarbiyah adalah pekerjaan yang tidak mudah, oleh karena itu diperlukan kesiapan dan  persiapan. Dengan dilandasi dengan pemahaman yang utuh tentang makna tarbiyah, insya Allah akan terbentuk pribadi-pribadi muslim yang syamilah mutakamilah (sempurna). Disinilah peran seorang murobbi diperlukan yang diharapkan mampu menjalankan fungsinya sebagai walid, syeikh, ustadz ataupun qoid. Semoga Alloh SWT memberikan kekuatan dan bimbingan kepada penerus dakwah ini.
 
Wallohu’alam bishowab